Total Tayangan Halaman

Selasa, 18 Juni 2013

Inovasi Values



Inovasi Values

Saya percaya pada beberapa orang praktisi bisnis yang notabene mereka adalah pebisnis-pebisnis sukses yang mengatakan “Bisnis bukan hanya sekedar untuk bisnis, bisnis mestinya bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi banyak orang”, bisnis yang mengejar profit semata tidak akan bermanfaat abadi, meskipun sesungguhnya profit menjadi penting bagi keberlangsungan perusahaan.
Apabila dicermati, maka sesungguhnya bisnis bukan sekedar menghasilkan nilai nominal rupiah, melainkan ada NILAI yang utuh (values) melebihi dari sekedar nilai nominal. Ya saya sependapat dengan anda soal values (tata nilai). Values sendiri dapat dibedakan kedalam means (tata cara, proses) atau ends (ujuan, akhir, goals). Values adalah nilai standar yang dipakai untuk membedakan antara cara terbaik/lebih baik dengan sesuatu yang kurang baik atau buruk (Zigami, O’ Connor, Blanchard & Edenburn, 2005).
Cukup banyak definisi Values yang semuanya tentu saja soal tata nilai Values adalah kumpulan jati diri, niat, dan pedoman terbaik yang bisa dipikirkan oleh masing-masing orang. Percaya atau tidak, beberapa perusahaan raksasa di  dunia yang eksis berpuluh-puluh tahun lamanya tentu saja melewati fase turbulensi baik tensi internalnya maupun tensi politik. Lalu apa yang membuat mereka tetap bertahan bahkan berkembang? Tentu saja mereka tidak mengabsenkan values, mentransformasi values. Senantiasa melakukan Inovasi values yang pada akhirnya membentuk Corporate Culture yang unggul.

Inovasi Values, pentingkah?

Implementasi values dalam bentuk perilaku adalah harapan semua organisasi yang berharap mencapai performa tinggi. Tapi dalam kenyataannya, banyak organisasi yang belum memiliki nilai-nilai. Tidak adanya nilai-nilai yang disepakati bersama menjadikan pemangku kepentingan tidak memiliki panduan dalam berperilaku, tidak tahu mana yang boleh dan tidak boleh dikerjakan dalam menjalankan organisasi.
Ada juga organisasi yang sudah memiliki nilai-nilai tapi inkonsistensi dalam penerapannya, ada elemen organisasi yang belum menerima dan belum merasa memiliki. Salah satu sebabnya adalah karena organisasi meminta konsultan membuatkan nilai-nilai tanpa melibatkan elemen tersebut. Kondisi ini diperburuk lagi dengan tidak adanya proses identifikasi, sosialisasi, implementasi, dan reinforcement dari shared values tersebut. Nilai-nilai hanya digunakan sebagai hiasan di buku saku dan dinding kantor tapi tidak menjadi landasan dalam berfikir dan berperilaku karena tidak terinternalisasi secara kontinuitas..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar